Wednesday, March 7, 2007

Retak di Permukaan Tanah

Mereka samua memandangiku. Ada yang sambil menangis, ada yang terbengong, ada yang mengerutkan dahinya. Kebanyakan dari mereka merasa kesal. Apa yang sebenarnya mereka kesalkan.?

Aku adalah retak-retak di permukaan tanah sisa-sisa perjuangan bumi menstabilkan kasih. Memang harus kuakui banyak korban dari Alam mereka tapi... kekesalan mereka tidak cukup pantas diarahkan kepada Kami.

***
Seorang anak kecil berlari histeris ketika ia tersadar bahwa aku berada di dekatnya. "Mama...!!!" teriaknya kepada seorang wanita yang dengan segera mencoba menghibur sang anak."Sabar.. sabar anakku, hanya bekas gempa." ujarnya, namun tak cukup tegas untuk dapat menenangkan si anak kecil.

***
Seorang lelaki dengan kamera di tangannya mulai mengambil image sosok aku dari berbagai sisi."Hmmm... belum cukup bagus." gumamnya sambil terus mengambil beberapa foto lagi sampai akhirnya kulihat senyum kecil puas sebelum akhirnya ia bergegas menjauhi aku.
"Berita baguzz.. berita baguss." itulah yang terakhir kudengar sebelum ia masuk ke dalam mobil avanzanya.

***
Seorang lelaki berewok tak terurus dengan pakaian lusuh tak menentu mendekati aku. Dibacanya sebuah lirik lagu terkenal yang akhir-akhir ini sering kudengari.

Mungkin Tuhan mulai bosan
Bersahabat dengan kita
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

Dan akhirnya kusadari bahwa lelaki itu memiliki kelainan jiwa setelah kudengar sang ibu dari anak kecil tadi membujuk berkata "Sudah.. sudah.. jangan menangis.. nanti dikejar sama orang gila itu kalau kamu tetap nangis..!!" sambil sembunyi-sembunyi menunjuk ke arah lelaki itu yang kini mengelus-elus kulitku dengan penuh perasaan.

***
Beberapa orang memegang tasbih, mulut mereka komat-kamit "Maha Besar... Maha Kuasa... Maha Penyayang... Lindungi kami, selamatkanlah jiwa kami.."dan aku mencoba menarik nafasku panjang-panjang, dan berusaha mengeluarkannya sepelan mungkin... "Hhhhh..."

***
Seorang lelaki berkacamata lumayan tebal kini ikut mendekatiku. Wajahnya polos hampir tak berekspresi. "Mungkinkah ia juga orang gila.??" dia elus-elus kulitku.. aku merasa kegelian..

"Oh Bumi, setimbangkanlah Alam ini... karena kami telah menafikkan asal-usul kami, menguburkan kecintaanmu kepada kami, menyembelih kepasrahanmu menerima perlakuan kami..."Terucap dari mulutnya yang tidak bergerak.
Dia menangis, deras sekali... tapi tak kulihat air mata mengalir di pipinya.

Perlahan kulitnya mengelupas, ujudnya tak lagi jelas. Tulang-belulang berserakan, darah-darah berhamburan... matanya terlepas..!!!

"Hhhhhh..." Akhirnya aku bisa melihat ujud aslinya... Salah satu mahluk yang menggugat keberadaan Alam Pikiran di dunia. Tapi dia hanya dapat pasrah, seperti Bumi yang kemarin berguncang, seperti Sungai yang beberapa bulan lalu meluap, dan seperti Laut yang beberapa tahun lalu mengahncurkan.

"Kami hanya bisa PAsrah,... tidak kurang dan tidak lebih."

4 comments:

Nia Janiar said...

wah.. bagus, dapet inspirasi dari mana?

Anonymous said...

mampirrrr :)

Gita Pratama said...

bang amri...
kmana aja?? bertapa ya?

Bayu My Bro said...

Muantaaaap bang! ^^

mampir donk kapan2 ke pendopoku
www.pendopomybro.blogspot.com